Minggu, 25 Oktober 2009

Setelah de geldermalsen dilelang


Kisah harta karun dari kapal de geldermalsen yang dilelang, makin hangat. balai pelelangan christie setelah melelang harta tersebut menjadi terkenal. timbul reaksi setelah pelelangan harta itu.
KISAH harta karun De Geldermalsen tampaknya akan semakin hangat. Bukan karena tim yang dibentuk pemerintah untuk meneliti lokasi harta karun itu sudah makan korban seorang peneliti hilang, melainkan juga karena pekan lalu baru saja berakhir penjualan barang-barang itu di London.

Ini terjadi di Super Store Harrods, sebuah pertokoan eksklusif terbesar di kota itu. Dengan disorot cahaya lampu yang terang benderang, tampak barang-barang antik yang berupa porselen Cina itu semakm menggiurkan, meskipun harganya sangat menjulang. Bayangkan, porselen yang paling murah, berupa piring, mangkuk, pot bunga, dan cangkir kecil, ditawarkan dengan harga tidak kurang dari œ 35, atau sekitar Rp 60 ribu. Sementara itu, sebuah mangkuk besar, teronggok di sebuah sudut, dengan harga penawaran œ 30 ribu, atau Rp 51 juta.

Memang, belum bisa dipastikan berapa Harrods akan memperoleh hasil penjualan dan laba dari barang-barang ini. Sebab, lelang besar kedua baru akan dilakukannya di New York sekitar 15 September, Senin depan. Begitu juga hasil penjualan yang telah dilakukan di London itu, yang diduga telah terjual sekitar 50% hingga Sabtu pekan lalu, belum diketahui jumlahnya. "Kami belum melakukan perhitungan," kilah Mr. Morrison, panitia penyelenggara pelelangan Harrods, kepada Adi Pradhana dari TEMPO, Sabtu pekan lalu.

Tapi yang jelas, seperti diakui Morrison, pihak Harrods sendiri membeli porselen-porselen antik itu dari arena lelang, House of Christie di Amsterdam, bulan Mei lalu, seharga œ 1,3 juta (Rp 2,25 milyar).

Anehnya, sikap Harrods ternyata lebih parah dari sikap Michael Hatcher, si penemu harta karun, yang menyebutkan penemuannya diperoleh dari perairan internasional. Coba saja, Harrods berlagak seolah-olah tidak tahu-menahu bahwa barang yang dibelinya tersangkut kasus internasional. Padahal, itu sudah tersiar sejak awal 1986.

"Saya benar-benar kaget, jika barang-barang ini benar hasil curian," ujar Morrison. Alasannya, pengangkatan barang dari dasar laut tentu akan memakan waktu yang cukup panjang. "Nah, kenapa pemerintah RI tidak melarang Hatcher waktu melakukan penggalian," katanya lebih lanjut, "Kami membeli dengan sah dari sebuah lelang yang dilakukan di muka umum," ucap Morrison.

Harrods sendiri mempromosikan penjualan harta karun yang dibeli dari pusat lelang di Amsterdam itu dengan cerdik. Sebelum penjualan dimulai 22 Agustus lalu, Harrods menawarkan dagangannya itu dengan sebutan: Nanking Cargo. Dan dengan memanfaatkan ribut-ribut di media massa yang mempersoalkan status dan lokasi harta karun itu, dalam iklan di International Herald Tribune, Harrods mengiklankan: "Pameran spektakuler di tengah perdebatan letak tenggelamnya kapal itu."

Barang yang dijual Harrods, London, memang barang yang dibelinya dari pusat lelang di Amsterdam. Dan balai lelang terkenal di Belanda itu mengaku bisa menjual barang-barang itu karena pemerintah Indonesia dengan batas waktu tertentu tak mampu memberi jawaban segera tentang: apakah lokasi harta karun itu di perairan Indonesia atau termasuk perairan internasional. Sekalipun kemudian Indonesia bisa membuktikan Geldermalsen berada pada posisi 00ø 36' 25" U-105ø 08' 50"T, yang termasuk wilayah perairan Indonesia.

Pembuktian ini memang terlambat karena Balai Lelang Christie, setelah Nanking Cargo habis terjual, berhasil memperoleh nilai US$ 15 juta, atau sekitar Rp 16,6 milyar. "Saya rasa tak perlu mengomentari lagi, karena sudah banyak ditulis di media massa," kata Harts Nijtstad, pimpinan Christie, kepada Sapta Adiguna dari TEMPO.

Menurut Harts, selain memperoleh komisi 12,5% dari harga barang De Geldermalsen yang terjual, balai lelangnya mendapatkan hikmah lain dengan hebohnya harta yang telah terjual itu. Sebab, ternyata, kehebohan tersebut telah membuat Christie menjadi lebih terkenal, dan mengalami pelonjakan omset yang cukup besar. Bayangkan, hanya dengan melakukan beberapa lelang kecil, ditambah lelang Nanking Cargo itu, omset Christie satu semester sudah melebihi omset yang diperolehnya tahun lalu.

Dengan 60 kantor cabang yang tersebar di 24 negara, balai lelang yang didirikan James Christie pada 1766 ini memang bukan hanya merupakan balai tertua. Tapi juga termasuk balai lelang yang besar di dunia, dengan rekor-rekor nilai lelang yang sulit dilampaui. Tapi harga beberapa barang De Geldermalsen tampaknya tetap termasuk dalam kategori nilai tertinggi. Contohnya 33 perangkat makanan porselen berwarna biru-putih, terjual di hari pertama dengan harga 1,4 juta gulden. "Ini merupakan rekor penjualan perangkat makanan yang tertinggi," ujar Harts. Padahal, sebuah piala raksasa yang memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi, karena berasal dari koleksi Louis XV, hanya dijual Christie dengan harga 524 ribu gulden pada 1981. Juga lukisan karya Jan Gossaert van Mabuse dilepas 855 ribu gulden.

Patut, memang, kalau Christie bisa mencapai prestasi seperti itu. Sebab, dalam prakteknya, balai lelang ini memang sangat memperhatikan kepuasan para pembelinya. Misalnya untuk melakukan pengamanan kualitas barang yang akan dilelang, seorang penjual diharuskan mengirimkan barangnya seminggu sebelum acara lelang. Itu pun dilakukan, setelah dua minggu sebelumnya si pemilik barang mengirimkan katalog, sebagai bahan penelitian awal. Baru setelah itu, para ahli benda-benda kuno berdiskusi menentukan harga jual.

Sedangkan untuk menarik para pembelinya, Christie selain mengirimkan katalog-katalog tersebut juga memasang iklan di banyak negara. Pembeli yang tida bisa hadir cukup mengirimkan surat penawaran melalui pos. Dan jika pembeli itu menang, hasil lelang diantar sampai ke alamat dengan jaminan asuransi. Soal keaslian barang, pembeli tidak perlu merasa ragu. "Dalam waktu 21 hari setelah barang diterima, jika kemudian terbukti barang itu palsu, ia bisa menghubungi kami untuk mendapatkan kembali uangnya," ujar Harts.

Dari aturan jual beli yang diterapkan, tampaknya status hukum barang itu tidak mendapat perhatian yang khusus. Tentang barang-barang De Geldermalsen Harts tetap menatakan: Harta karun itu berada di peralran internasional. Padahal, setelah pelelangan berlangsung, beberapa waktu lalu Michael Hatcher, bersama dengan dua rekan menyelamnya, C.H.R. Jorg dan Max De Rham, sempat mendatangi Museum Arsip Belanda. Dari sana mereka akhirnya menjadi lebih yakin, De Geldermalsen berada di wilayah perairan Indonesia.

Hatcher, yang dilahirkan di Inggris pada 1939, memang tipe orang yang memiliki kegigihan lumayan. Terbukti dengan awal pengembaraan yang dilakukannya ke Australia, ketika ia menjadi yatim piatu pada usia 13 tahun. Anak dr. Bernado ini juga memiliki ambisi untuk menjadi seorang kaya. Itulah sebabnya, ketika Hatcher sudah memiliki pekerjaan sebagai pedagang alat pembakaran daging, ia tetap melakukan hobinya sebagai penyelam. Yang belakangan baru diketahui, ternyata, menyelam baginya bukan hanya sekadar hobi, tapi juga alat untuk mencapai cita-cita.

Yakin dengan kemampuannya, pada 1966 Hatcher melepaskan usaha pokoknya sebagai pedagang. Dibelinya sebuah kapal, dan bersama lima anak buahnya ia berlayar menuju Kepulauan Pasifik Selatan. Namun, usaha barunya yang lebih banyak bersifat spekulatif ini, rupanya, tidak dengan begitu saja mendatangkan untung. Hingga 1980, tak ada hasil yang berarti diperolehnya.

Sukses baru bisa diraih ketika Hatcher mendapat sponsor penyelaman dari Soo Hin Ong, seorang pengusaha dari Singapura. Itu terjadi pada 1981, dan pada tahun itu juga, ia melakukan penyelaman di perairan yang berjarak 325 km dari pantai Malaysia selatan. Yang terakhir, daerah ini juga ternyata termasuk ke dalam wilayah Indonesia. Dari sini ia berhasil mengangkat 23 ribu keramik porselen, yang kemudian dilelangnya di Balai Christie pada awal 1984, dengan harga US$ 2,3 juta.

Hasil yang cukup besar itu, rupanya, tidak membuat Hatcher puas. Selain telah mendapatkan bagian dari hasil penjualan bersama itu, juga mendapatkan keuntungan 1,2 juta gulden dari penjualan porselen yang merupakan haknya sebagai pemimpin ekspedisi. Setelah penjualan yang terakhir itu, Hatcher bergegas kembali ke daerah sekitar lokasi ditemukannya keramik-keramik tadi. Akhirnya sampai di perairan antara Pulau Mapur dan Pulau Merapas, termasuk Kecamatan Bintan Timur, Riau, yang merendam Geldermalsen beserta seluruh harta karunnya selama 234 tahun.

De Geldermalsen sendiri, yang dibuat oleh Cabang VOC di Zeeland pada 1748, merupakan kapal terbesar pada zaman itu. Seperti yang diceritakan oleh Profesor Jaap Bruyn, 48, ahli sejarah maritim, di Universitas Leiden kepada TEMPO, Geldermalsen memiliki panjang 15 meter, lebar 12 meter, dan bobot mati 12 ribu ton. Konon, ketika tenggelam pada 3 Januari 1752, kapal itu dinakodai oleh Jan Dideric Moreil. Pelayaran perdananya yang diarahkan ke Cina memang bertujuan mencari teh, sutera, dan emas untuk dijual ke Eropa.

Dari ketiga macam muatan itu, muatan yang termahal adalah sutera dengan rencana penjualan ke Eropa. Muatan termahal kedua, yakni 225 batang emas, direncanakan akan dijual ke India. Sebab, konon, ketika itu harga emas di India sedang bagus-bagusnya. Sedangkan 150 ribu barang pecah belah buatan Cina, yang ketika itu belum termasuk antik, sengaja dibawa Geldermalsen untuk menjaga keseimbangan kapal. Nah, ketika dalam perjalanan dari Cina ke Eropa itulah, kapal yang muatannya ketika itu ditaksir satu juta gulden tenggelam di perairan sedalam 40 meter, dengan 100 awak.

Meskipun bisa bercerita panjang tentang Geldermalsen, Jaap Bruyn sendiri tidak berani menyebutkan, di wilayah siapa lokasi tenggelamnya kapal itu. "Seharusnya itu ditanyakan pada pemerintah Indonesia," katanya. Bahkan sebaliknya, Jaap Bruyn merasa heran, kenapa pemerintah Indonesia baru meributkan hal itu setelah lelang selesai. "Padahal, jauh sebelum pelelangan itu dilakukan, media massa internasional sudah menyiarkan berita penemuan itu secara besar-besaran."

Wajar kalau Jaap Bruyn lantas sangat tertarik pada penemuan Hatcher itu. Sebab, ternyata, Jaap Bruyn juga pernah sekali berjumpa dengan Hatcher, di Museum Arsip Nasional. Menurut dia, penyelam itu tidak hanya tangguh tapi juga cerdik. Contohnya, ketika menawarkan penemuannya pada Balai Lelang, Hatcher menyebutkan barang-barang itu ditemukannya di sebuah kapal Nanking. Tapi ketika pemerintah Belanda menggertak akan mengklaimnya, baru ia mengaku, bahwa kapal itu adalah De Geldermalsen. "Tapi dengan embel-embel, bahwa itu ditemukannya di perairan internasional," tutur Jaap Bruyn.

Lain Jaap Bruyn, tentunya lain juga pendapat Te.B. Oekhorst, juru bicara Kementerian Luar Negeri Belanda. Ketika posisi tepat dari lokasi karamnya De Geldermalsen belum : ditemukan, Oekhorst tetap berpendirian lokasi itu berada di perairan internasional. Bahkan ketika Hatcher baru tuntas mengangkut hasil jarahannya, pihak Belanda dengan tenang mengirimkan surat pemberitahuan pada pemerintah Indonesia untuk menegaskan pendiriannya. Tapi ketika itu, sempat juga terlontar imbauan dari Oekhorst, "Jika Indonesia hendak mengadakan tuntutan, ya, pada pemerintah Belanda."

Tak jelas adakah tantangan Oekhorst itu bakal dijawab pemerintah Indonesia. Yang jelas, setelah tim yang menyelidiki lokasi harta karun itu menyelesaikan tugasnya sampai pekan lalu belum ada pernyataan itu dari pemerintah Indonesia.

Budi Kusumah, Laporan: Adi Pradhana (London) & Sapta Adiguna (Paris)

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial